Monday, March 24, 2014

TENTANG ADVOKASI MAHASISWA RANTAU

Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 semakin menjadi perbincangan hangat ketika sudah dekat waktunya untuk pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 2014. Salah satu isu hangatnya bagi kalangan mahasiswa adalah mengenai kesempatan mahasiswa rantau untuk dapat berpartisipasi dalam pesta demokrasi ini. Seperti diketahui, mahasiswa rantau yang sudah terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) di daerah asalnya hampir bisa dipastikan tidak dapat menggunakan hak pilihnya disebabkan belum bisa kembali ke kampung halamannya dengan berbagai alasan.

Pada tanggal 04 Maret 2014, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengeluarkan SE KPU NO. 127/KPU/III/2014 tentang Surat Pindah Memilih. Dijelaskan bahwa Formulir Pindah Memilih (Model A.5) yang sebelumnya harus dikeluarkan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) di kelurahan tempat asal, kini boleh dikeluarkan oleh KPU Kabupaten/Kota domisili sekarang. Hal ini dilakukan atas pertimbangan untuk melayani pemilih, khususnya bagi pemilih yang sedang tugas belajar, tugas kerja, atau pemilih yang pindah domisili di kota lain yang tidak memungkinkan untuk mendapatkan Formulir Model A.5-KPU dari PPS asal.

Di Universitas Indonesia, pihak Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) dan KPUD Depok telah bekerjasama untuk mengumpulkan data mahasiswa rantau UI secara kolektif sehingga tidak perlu mengurus pemindahan milihnya secara sendirian dengan diselenggarakannya Posko Advokasi Mahasiswa Rantau. Posko ini akan menjadi tempat bagi mahasiswa rantau untuk menyerahkan fotokopi KTP, fotokopi KTM, dan surat permohonan pindah memilih. Sedangkan untuk urusan ke KPUD Depok, akan diurus oleh BEM UI. Setelah BEM UI menerima Formulir Model A.5-KPU dari KPUD Depok, BEM se-UI akan menyerahkan formulir-formulir tersebut pada mahasiswa bersangkutan untuk diurus ke PPS kelurahan dimana masing-masing tinggal sekarang agar mendapatkan lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Berdasarkan wawancara kepada mahasiwa yang sudah mendaftarkan diri untuk melakukan pindah memilih, program ini dinilai baik karena memang sudah seharusnya setiap warga negara diberikan peluang yang seluas-luasnya untuk menggunakan hak suaranya. Di mata mahasiswa rantau yang telah melakukan prosedur dalam program ini, prosesnya tidak memakan waktu, sehingga sangat membantu bagi mahasiswa yang kesibukannya cukup padat. Program ini juga membantu mahasiswa rantau untuk tetap dapat menggunakan hak suaranya. Seperti yang diketahui, sulit bagi mahasiswa rantau untuk kembali ke daerah asal hanya untuk pemilu, terutama terkait finansial akomodasi dan waktu tempuh yang kadang terlalu lama dan dapat mengganggu kuliah. Tidak heran apabila banyak pihak yang mendukung adanya program seperti ini sebagai atribut penyokong kesuksesan pemilu.
          
Meskipun demikian, terdapat pula beberapa pertanyaan seputar nilai yang terkandung di dalam pelaksanaan program tersebut. Pertama, perihal benar tidaknya secara etika politik jika kita memilih caleg yang tidak mewakili daerah asal kita. Menurut Ikhsan Darmawan, selaku dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia, hal ini menjadi solusi yang lebih baik ketimbang membiarkan hak suara terbuang karena masalah administratif, dimana sangat kecil kemungkinannya bagi mahasiswa rantau mau pulang ke daerah asal hanya untuk pemilu. Program ini mungkin berbenturan dengan bagaimana memilih caleg yang tidak dikenal oleh mahasiswa rantau. Namun, mahasiswa dapat memilih partai saja, apabila memang tidak berkenan memberikan suaranya untuk caleg dapil domisili yang tidak ia kenal, yang terpenting adalah program ini telah menjawab permasalahan administratif mahasiswa rantau yang sangat krusial dalam keberlangsungan pemilu.
          
Heru, dari Pusat Kajian Politik (PUSKAPOL) Universitas Indonesia, menjelaskan mengenai rasionalisasinya adalah bahwa sebenarnya peserta pemilu itu sendiri adalah partai politik. Sehingga, walaupun kita tidak mengetahui caleg mana yang seharusnya dipilih, setidaknya kita mengetahui partai politik peserta pemilu dan mencoblos lambang partainya. Suara yang kita berikan akhirnya masuk ke dalam partai dan membantu partai tersebut untuk melewati ambang batas 3,5% parliamentary threshold dan 20% presidential threshold. Termasuk halnya bagi pemilih yang mencoblos lebih dari satu nama caleg dalam 1 parpol, tetap dinyatakan sah. Suara dihitung untuk parpol. Peraturan tersebut dimuat dalam PKPU Nomor 26 Tahun 2013 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara di TPS dalam Pemilu Legislatif DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
          
Sriyono, selaku anggota Panwaslu Depok Divisi Pengawasan, menjelaskan pula bahwa tugas Panwaslu adalah untuk mengawal dan memantau kebijakan yang dikeluarkan KPU apakah sudah dilakukan dengan baik oleh para peserta pemilu dan pihak terkait. Dirinya menegaskan bahwa keputusan KPU mengenai pindah memilih ini tidak ada yang salah secara prosedural karena tidak melanggar peraturan. Ia menambahkan, di dalam proses pemilu ini akan terjadi banyak dinamika dan tidak menutup kemungkinan adanya banyak perubahan kebijakan yang terjadi. Semua itu dilakukan agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dan semua warga negara dapat menggunakan hak pilihnya. Ia juga tidak memungkiri adanya konsekuensi dari memilih di daerah domisili sekarang, yaitu mahasiswa rantau akan memilih caleg yang bukan berasal dari daerah yang sama dengan daerah asalnya. Namun, menurutnya yang terpenting adalah KPU dan pihak-pihak terkait sudah memfasilitasi para pemilih rantau untuk dapat menggunakan hak pilihnya terlepas daripada apakah pemilih tersebut mau memilih atau tidak.
          
Kemudian, muncul pertanyaan mengenai status de jure program ini terkait PPS mana yang mengeluarkan formulir untuk mahasiswa rantau. Menurut Nana Sobarna, selaku Komisioner KPUD Kota Depok, Formulir Model A.5-KPU yang sebelumnya harus dikeluarkan oleh PPS asal, kini dapat dikeluarkan oleh KPUD Kota/Kabupaten, dan KPUD Kota/Kabupaten lah yang akan menghubungi PPS asal untuk menghapus data mahasiswa rantau dari daerah asalnya untuk menghindari data ganda. Ikhsan Darmawan menambahkan, secara konsep, tidak ada salahnya melakukan upaya-upaya solutif, dimana terkait mahasiswa rantau memang selalu menjadi masalah di setiap pemilu. Pertimbangannya adalah bagaimana KPU harus senantiasa mampu memfasilitasi jalannya Pemilu dengan sebaik-baiknya.
         
Penjelasan-penjelasan di atas diharapkan dapat memberikan gambaran terkait dengan pelaksanaan Posko Advokasi Mahasiswa Rantau. Perlu ditegaskan bahwa keberadaan posko tersebut dimaksudkan untuk memfasilitasi mahasiswa rantau yang hendak menggunakan hak suaranya di domisili sekarang dan tidak ada unsur paksaan dalam proses pemindahan dapil ini. Harapannya, semoga tidak ada suara yang terbuang sia-sia di daerah asal dan hak suara yang dimiliki bisa dipergunakan dengan sebaik-baiknya.

No comments:

Post a Comment