Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 semakin menjadi
perbincangan hangat ketika sudah dekat waktunya untuk pelaksanaan
Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 2014. Salah satu isu hangatnya bagi
kalangan mahasiswa adalah mengenai kesempatan mahasiswa rantau untuk
dapat berpartisipasi dalam pesta demokrasi ini. Seperti diketahui,
mahasiswa rantau yang sudah terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT)
di daerah asalnya hampir bisa dipastikan tidak dapat menggunakan hak
pilihnya disebabkan belum bisa kembali ke kampung halamannya dengan
berbagai alasan.
Pada tanggal 04 Maret 2014, Komisi Pemilihan Umum (KPU)
mengeluarkan SE KPU NO. 127/KPU/III/2014 tentang Surat Pindah Memilih.
Dijelaskan bahwa Formulir Pindah Memilih (Model A.5) yang sebelumnya
harus dikeluarkan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) di kelurahan
tempat asal, kini boleh dikeluarkan oleh KPU Kabupaten/Kota domisili
sekarang. Hal ini dilakukan atas pertimbangan untuk melayani pemilih,
khususnya bagi pemilih yang sedang tugas belajar, tugas kerja, atau
pemilih yang pindah domisili di kota lain yang tidak memungkinkan untuk
mendapatkan Formulir Model A.5-KPU dari PPS asal.
Di Universitas Indonesia, pihak Badan Eksekutif Mahasiswa
Universitas Indonesia (BEM UI) dan KPUD Depok telah bekerjasama untuk
mengumpulkan data mahasiswa rantau UI secara kolektif sehingga tidak
perlu mengurus pemindahan milihnya secara sendirian dengan
diselenggarakannya Posko Advokasi Mahasiswa Rantau. Posko ini akan
menjadi tempat bagi mahasiswa rantau untuk menyerahkan fotokopi KTP,
fotokopi KTM, dan surat permohonan pindah memilih. Sedangkan untuk
urusan ke KPUD Depok, akan diurus oleh BEM UI. Setelah BEM UI menerima
Formulir Model A.5-KPU dari KPUD Depok, BEM se-UI akan menyerahkan
formulir-formulir tersebut pada mahasiswa bersangkutan untuk diurus ke
PPS kelurahan dimana masing-masing tinggal sekarang agar mendapatkan
lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Berdasarkan wawancara kepada mahasiwa yang sudah
mendaftarkan diri untuk melakukan pindah memilih, program ini dinilai
baik karena memang sudah seharusnya setiap warga negara diberikan
peluang yang seluas-luasnya untuk menggunakan hak suaranya. Di mata
mahasiswa rantau yang telah melakukan prosedur dalam program ini,
prosesnya tidak memakan waktu, sehingga sangat membantu bagi mahasiswa
yang kesibukannya cukup padat. Program ini juga membantu mahasiswa
rantau untuk tetap dapat menggunakan hak suaranya. Seperti yang
diketahui, sulit bagi mahasiswa rantau untuk kembali ke daerah asal
hanya untuk pemilu, terutama terkait finansial akomodasi dan waktu
tempuh yang kadang terlalu lama dan dapat mengganggu kuliah. Tidak heran
apabila banyak pihak yang mendukung adanya program seperti ini sebagai
atribut penyokong kesuksesan pemilu.
Meskipun demikian, terdapat pula beberapa pertanyaan
seputar nilai yang terkandung di dalam pelaksanaan program tersebut.
Pertama, perihal benar tidaknya secara etika politik jika kita memilih caleg yang
tidak mewakili daerah asal kita. Menurut Ikhsan Darmawan, selaku dosen
Ilmu Politik Universitas Indonesia, hal ini menjadi solusi yang lebih
baik ketimbang membiarkan hak suara terbuang karena masalah
administratif, dimana sangat kecil kemungkinannya bagi mahasiswa rantau
mau pulang ke daerah asal hanya untuk pemilu. Program ini mungkin
berbenturan dengan bagaimana memilih caleg yang tidak dikenal oleh
mahasiswa rantau. Namun, mahasiswa dapat memilih partai saja, apabila
memang tidak berkenan memberikan suaranya untuk caleg dapil domisili
yang tidak ia kenal, yang terpenting adalah program ini telah menjawab
permasalahan administratif mahasiswa rantau yang sangat krusial dalam
keberlangsungan pemilu.
Heru, dari Pusat Kajian Politik (PUSKAPOL) Universitas
Indonesia, menjelaskan mengenai rasionalisasinya adalah bahwa sebenarnya
peserta pemilu itu sendiri adalah partai politik. Sehingga, walaupun
kita tidak mengetahui caleg mana yang seharusnya dipilih, setidaknya
kita mengetahui partai politik peserta pemilu dan mencoblos lambang
partainya. Suara yang kita berikan akhirnya masuk ke dalam partai dan
membantu partai tersebut untuk melewati ambang batas 3,5% parliamentary threshold dan 20% presidential threshold.
Termasuk halnya bagi pemilih yang mencoblos lebih dari satu nama caleg
dalam 1 parpol, tetap dinyatakan sah. Suara dihitung untuk parpol.
Peraturan tersebut dimuat dalam PKPU Nomor 26 Tahun 2013 tentang
Pemungutan dan Penghitungan Suara di TPS dalam Pemilu Legislatif DPR,
DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Sriyono, selaku anggota Panwaslu Depok Divisi Pengawasan,
menjelaskan pula bahwa tugas Panwaslu adalah untuk mengawal dan memantau
kebijakan yang dikeluarkan KPU apakah sudah dilakukan dengan baik oleh
para peserta pemilu dan pihak terkait. Dirinya menegaskan bahwa
keputusan KPU mengenai pindah memilih ini tidak ada yang salah secara
prosedural karena tidak melanggar peraturan. Ia menambahkan, di dalam
proses pemilu ini akan terjadi banyak dinamika dan tidak menutup
kemungkinan adanya banyak perubahan kebijakan yang terjadi. Semua itu
dilakukan agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dan semua warga
negara dapat menggunakan hak pilihnya. Ia juga tidak memungkiri adanya
konsekuensi dari memilih di daerah domisili sekarang, yaitu mahasiswa
rantau akan memilih caleg yang bukan berasal dari daerah yang sama
dengan daerah asalnya. Namun, menurutnya yang terpenting adalah KPU dan
pihak-pihak terkait sudah memfasilitasi para pemilih rantau untuk dapat
menggunakan hak pilihnya terlepas daripada apakah pemilih tersebut mau
memilih atau tidak.
Kemudian, muncul pertanyaan mengenai status de jure
program ini terkait PPS mana yang mengeluarkan formulir untuk mahasiswa
rantau. Menurut Nana Sobarna, selaku Komisioner KPUD Kota Depok,
Formulir Model A.5-KPU yang sebelumnya harus dikeluarkan oleh PPS asal,
kini dapat dikeluarkan oleh KPUD Kota/Kabupaten, dan KPUD Kota/Kabupaten
lah yang akan menghubungi PPS asal untuk menghapus data mahasiswa
rantau dari daerah asalnya untuk menghindari data ganda. Ikhsan Darmawan
menambahkan, secara konsep, tidak ada salahnya melakukan upaya-upaya
solutif, dimana terkait mahasiswa rantau memang selalu menjadi masalah
di setiap pemilu. Pertimbangannya adalah bagaimana KPU harus senantiasa
mampu memfasilitasi jalannya Pemilu dengan sebaik-baiknya.
Penjelasan-penjelasan di atas diharapkan dapat memberikan
gambaran terkait dengan pelaksanaan Posko Advokasi Mahasiswa Rantau.
Perlu ditegaskan bahwa keberadaan posko tersebut dimaksudkan untuk
memfasilitasi mahasiswa rantau yang hendak menggunakan hak suaranya di
domisili sekarang dan tidak ada unsur paksaan dalam proses pemindahan
dapil ini. Harapannya, semoga tidak ada suara yang terbuang sia-sia di
daerah asal dan hak suara yang dimiliki bisa dipergunakan dengan
sebaik-baiknya.
No comments:
Post a Comment