DEPARTEMEN KAJIAN DAN AKSI STRATEGIS (KASTRAT)
BEM FISIP UNIVERSITAS INDONESIA
Di Mata Mahasiswa dan Dosen
Narasumber: Togi Prakoso (Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu
Komunikasi 2014)
Ikhsan Darmawan, M.Si
(Sekretaris Program Studi Ilmu Politik Paralel, Dosen)
TOGI
“Kastrat perlu mencari cara unik dalam bergerak!”
Dalam wawancara
singkat dengan sang ketua HMIK ini, beliau menyampaikan beberapa hal seputar
Kastrat. Yang pertama, beliau membandingkan kinerja Kastrat 2013 dengan yang sebelumnya (2012). Menurut
pendapatnya, kinerja Kastrat di tahun 2012 lebih terlihat, dengan pergerakan
yang lebih aktif dan reaktif terhadap isu yang berkembang di tengah masyarakat.
Mungkin, hal ini disebabkan oleh lebih banyaknya isu yang muncul di tahun itu
disbanding di tahun setelahnya (2013). Program kerja Kastrat tahun 2013 yang
beliau ketahui hanya SKS dan YES, itupun menurut pendapatnya kurang berhasil.
Saran untuk Kastrat ke depannya, diharapkan ditemukan cara yang unik dalam
rangka melakukan gerakan mahasiswa. Gerakan konvensional dinilai sudah tidak
jamannya lagi. Menurut pandangannya, di jaman sekarang ini, betapa sulitnya
mengajak mahasiswa ramai-ramai berkumpul untuk mebahas suatu isu, terutama
karena penghargaan terhadap waktu semakin tinggi, sedangkan mobilitas di kota
yang padat ini sangat menyita waktu. Maka, beliau menyarankan untuk Kastrat
mencoba merambah ke bentuk media-campaign melalui jejaring sosial. Kalau
sudah mendapat respon dari banyak pihak di jejaring sosial, baru lah melakukan
aksi riilnya.
IKHSAN “Saya dukung kembalinya kultur sospol dalam
FISIP, coba kolaborasi!”
Berbincang
tentang Kastrat dengan dosen pemerhati gerakan mahasiswa ini tentu menghasilkan
kritik dan saran yang sangat membangun. Sejalan dengan perspektif Togi, beliau
mengatakan bahwa Kastrat masih kurang terlihat pergerakannya, terutama yang
melibatkan orang banyak. Kalau untuk kegiatan rutin internal FISIP, seperti
seminar atau diskusi ilmiah, dilihatnya telah berjalan cukup baik. Tetapi,
untuk kegiatan yang terbilang besar dan berkala (dalam jangka waktu tertentu berdasarkan
momentumnya), menurut pendapatnya belakangan ini agak kurang terlihat. Terutama
terkait isu yang krusial, misalnya advokasi kebijakan, tidak begitu terdengar.
Kecenderungannya dari tahun ke tahun, gerakan mahasiswa yang seharusnya
dimotori oleh Kastrat ini terus turun. Beliau menyampaikan bahwa bentuk aksinya
tidak selalu harus demo, kecuali ketika cara itu memang diperlukan. Misalnya,
ketika isu-isu yang berkembang menyangkut hajat hidup orang banyak dan perlu
dikritisi secara keras, maka harus disikapi atau direspon dengan aksi oleh
mahasiswa. Beliau sangat menyayangkan mahasiswa jaman sekarang yang cenderung
pasif dalam mengkritisi kebijakan secara langsung. Beliau berpendapat bahwa
proses penyampaian hasil pengolahan pemberitaan terkait kebijakan atau
Undang-Undang tertantu kepada pihak pembuatnya (dalam hal ini, pemerintah)
sangat penting dilakukan oleh mahasiswa, yang sudah seharusnya dimotori oleh
Kastrat. Hal tersebut juga merupakan pembeda (dalam lingkup organisasi) Departemen
Kastrat dengan Departemen/Biro/Divisi lainnya. Kastrat memang mengemban tugas
untuk melakukan aksi langsung, seperti demo, bukan hanya berbentuk seminar dan
diskusi ilmiah yang memungkinkan adanya tumpang-tindih fungsi antara kastrat
dengan keilmuan.
Terkait
isu pemilu yang menjadi fokus Kastrat di tahun 2014 ini, beliau memberikan
pesan agar sebaiknya Kastrat mempersiapkan betul target masyarakat yang
diprioritaskan, yaitu sebaiknya pemilih pemula (17-21 tahun). Kemudian, karena konsep
ini banyak dijadikan landasan gerakan dari berbagai pihak (atau lembaga),
sebaiknya Kastrat mengkaji lebih jauh pihak mana saja yang melakukan gerakan
sejenis, sehingga dapat meninjau daerah operasi yang berbeda dengan pihak lain tersebut. Selain
itu, pengenalan capres dan cawapres juga perlu diperhatikan. Guna menghindari
tendesius, sebaiknya seluruh figur yang diperkenalkan disampaikan dari kedua
sisi, yaitu positif dan negatifnya, serta harus berbasis data yang valid. Fenomena
yang direspon adalah masyarakat pada umumnya hanya mengenal figur-figur
tersebut dari media massa, dimana mereka sendiri yang mengkampanyekan diri,
sehingga banyak hal yang tersembunyi. Hal inilah yang seharusnya dibawa oleh Kastrat
dalam gerakannya agar masyarakat betul-betul menyerap informasi terkait calon
wakilnya secara maksimal.
Yang
terakhir, menanggapi tekad Kastrat memulangkan kultur sosial politik ke dalam
kultur warga FISIP, beliau sangat mendukung dan menyarankan adanya kolaborasi Kastrat
dengan Senbud (Seni Budaya) atau Depor (Departemen Olahraga) untuk memulai
pembangunan karakteristik FISIP yang penuh dengan nuansa sosial-politiknya.
Karena, memang Kastrat perlu menarik minat warganya dulu dengan hal-hal yang
memang disukai oleh mereka (Seni dan Olahraga). Menurut pandangannya, acara
tidak harus selalu diselenggarakan terpisah-pisah. Acara seni, isinya seni saja,
kemudian diskusi ilmiah, dari pagi hingga sore hari, isinya hanya hal-hal yang
ilmiah saja. Tentu akan sangat kurang diminati mahasiswa, karena terkesan
membosankan. Sarannya, Kastrat harus berani mencoba variasi baru sebagai
langkah awal merealisasikan visi ini. Beliau mengatakan, “Saya sangat senang
mahasiswa sudah mulai punya kesadaran untuk mengembalikan isu sosial-politik
sebagai karakteristik utama fakultas ini”.
No comments:
Post a Comment